TVTOGEL — Serikat Petani Indonesia (SPI) resmi mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini didaftarkan dengan nomor perkara 203/PUU-XXIII/2025 pada 28 Oktober 2025, dengan alasan bahwa ketentuan dalam undang-undang tersebut membuka celah bagi pemerintah untuk melakukan impor komoditas pertanian secara bebas dan merugikan petani dalam negeri.
Dalam permohonan yang diajukan, SPI mempermasalahkan Pasal 30 ayat (1) UU Cipta Kerja yang berbunyi:
“Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor komoditas pertanian dengan tetap melindungi kepentingan petani.”
SPI menilai pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menjamin kepastian hukum dan perlakuan yang adil bagi seluruh warga negara. Menurut serikat, aturan itu justru menghapus perlindungan bagi petani kecil yang selama ini bergantung pada hasil panen lokal.
Impor Pertanian Dinilai Bertentangan dengan Prinsip Perlindungan Petani
Dalam berkas gugatannya, SPI juga menyinggung Pasal 15 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang menegaskan bahwa pemerintah wajib mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
“Cadangan pangan pemerintah seharusnya dipenuhi dari hasil panen petani dalam negeri, bukan melalui impor. Dengan begitu, kesejahteraan petani dapat terjaga dan ketergantungan pada produk luar negeri bisa dikurangi,” tulis SPI dalam permohonannya.
Serikat tersebut juga menilai alasan pemerintah untuk terus membuka kran impor tidak masuk akal. Dengan luas lahan sawah di Indonesia mencapai sekitar 7 juta hektare, SPI menilai pemerintah seharusnya mampu memperkuat produksi nasional tanpa harus bergantung pada impor.
Izin Impor Saat Musim Panen Rugikan Petani
SPI menyoroti praktik pemerintah yang kerap memberikan izin impor tepat saat musim panen, yang berakibat pada anjloknya harga jual hasil pertanian lokal. Kondisi ini, menurut mereka, memperburuk kesejahteraan petani di pedesaan dan membuat hasil produksi dalam negeri sulit bersaing dengan komoditas impor yang harganya lebih murah.
“Kebijakan impor yang tidak memperhatikan musim tanam dan panen petani justru mengancam kelangsungan hidup mereka. Petani akan terus merugi jika produk lokal kalah di pasar nasional,” tegas perwakilan SPI dalam gugatannya.
Serikat juga menilai kebijakan impor selama ini tidak pernah dilakukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan nyata di lapangan. Mereka mencontohkan kasus beras: meskipun pemerintah mengklaim stok beras nasional aman, impor tetap dilakukan, yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak berorientasi pada perlindungan petani.
SPI Minta MK Batasi Izin Impor Komoditas Pertanian
Melalui petitumnya, SPI meminta Mahkamah Konstitusi untuk menafsirkan ulang ketentuan terkait impor komoditas pertanian dalam UU Cipta Kerja. Mereka menegaskan bahwa impor hanya boleh dilakukan jika produksi dalam negeri dan cadangan pangan pemerintah benar-benar tidak mencukupi.
Dengan demikian, SPI berharap MK dapat mengembalikan semangat perlindungan petani sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
“Kebijakan impor seharusnya menjadi opsi terakhir, bukan kebijakan utama. Negara wajib berpihak pada petani lokal dan memperkuat kedaulatan pangan nasional,” tutup pernyataan SPI.