KPK Tangkap Oknum Jaksa Banten dalam OTT Kasus Pemerasan WN Korea

Bocoran SDY — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengamankan sejumlah pihak, termasuk oknum jaksa dari Kejaksaan Tinggi Banten, dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT). Operasi ini menyasar dugaan tindak pidana pemerasan terhadap seorang Warga Negara Korea Selatan yang terlibat dalam perkara hukum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Operasi Senyap dan Penangkapan

Pada Rabu, 17 Desember 2025, penyidik KPK bergerak secara diam-diam di wilayah Jakarta dan Banten. Hasil dari operasi tersebut, sembilan orang berhasil diamankan, salah satunya adalah seorang jaksa berinisial RZ. Dalam konferensi pers, Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengonfirmasi adanya pengamanan OTT yang melibatkan oknum penegak hukum.

Barang bukti yang berhasil disita dalam operasi ini tidak main-main, berupa uang tunai senilai lebih dari Rp900 juta. Kesembilan orang yang ditangkap kemudian menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik KPK.

Modus Ancaman dan Keterlibatan Aparat

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari sebuah perkara pidana umum. Dalam perjalanannya, korban yang merupakan Warga Negara Korea Selatan justru menjadi sasaran dugaan pemerasan yang melibatkan aparat penegak hukum.

“Modus-modusnya di antaranya ancaman untuk pemberian tuntutan yang lebih tinggi, penahanan, dan ancaman-ancaman dalam bentuk lainnya,” ujar Budi di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

KPK kemudian turun tangan dan melakukan OTT, yang berhasil menjaring sembilan orang. Kelompok ini diduga terdiri dari jaksa, penasihat hukum, dan penerjemah yang melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pemerasan.

Citra Indonesia di Mata Internasional

Budi menekankan bahwa penanganan kasus ini memiliki urgensi khusus. Selain melibatkan aparat penegak hukum, korbannya adalah warga negara asing. Hal ini menyentuh langsung pada citra Indonesia di kancah global, khususnya terkait dengan upaya pemberantasan korupsi yang turut diukur melalui Corruption Perception Index (CPI) oleh Transparency International.

Koordinasi dengan Kejaksaan Agung

Menyusul ditangkapnya oknum jaksa, KPK langsung berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung). Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa telah dilakukan penyerahan orang dan barang bukti hasil OTT kepada Kejagung.

Berdasarkan informasi dari Kejagung, ternyata jaksa RZ telah berstatus tersangka dalam kasus yang sama sebelum OTT KPK terjadi, dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang telah terbit. “Untuk kelanjutannya, penyidikan akan dilanjutkan di Kejaksaan Agung dalam rangka sinergi penanganan tindak pidana korupsi,” jelas Asep.

Lima Tersangka dan Modus Operandi

Kejaksaan Agung melalui Kapuspenkum, Anang Supriatna, merinci perkembangan kasus. Kejagung telah lebih dulu menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan pada 17 Desember 2025 dan menetapkan lima tersangka.

Tersangka tersebut adalah tiga oknum jaksa (HMK, RV, RZ) serta dua pihak swasta: seorang penasihat hukum (DF) dan seorang penerjemah (MS). Uang tunai sebesar Rp941 juta yang disita KPK diduga berasal dari tiga pihak dalam perkara ITE, yang terdiri dari WNI dan WNA Korea Selatan.

Anang mengungkapkan bahwa intelijen Kejagung telah mendeteksi indikasi ketidakprofesionalan dan permintaan sejumlah uang dalam penanganan perkara ITE yang melibatkan warga negara asing ini.

Komitmen Pembersihan Internal

Anang menegaskan komitmen Kejagung untuk tidak melindungi oknum nakal di internalnya. “Prinsipnya kami tidak akan melindungi oknum di internal kami selama bukti kuat akan ditindaklanjuti, termasuk ke atasnya jika ada keterlibatan,” tegasnya.

Ketiga jaksa yang tersangkut telah diberhentikan sementara dari jabatannya dan dicabut hak gajinya, menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Saat ini, kelima tersangka ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. Proses hukum diharapkan berjalan transparan tanpa intervensi, sekaligus menjadi momentum pembersihan institusi.